Pemerintah Siapkan Skema Kredit Karbon untuk Pensiun Dini PLTU
Pemerintah tengah merumuskan inisiatif kredit karbon sebagai instrumen penggalangan dana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Opsi tersebut menjadi alternatif pendanaan di samping dana transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun.
Wakil Ketua Sekretariat JETP, Paul Butarbutar, menjelaskan mekanisme penjualan karbon kredit berasal dari emisi yang dapat dihindari atau avoided emissions dari pensiun dini PLTU. Kredit karbon nantinya bakal menyasar pada sejumlah mekanisme.
Mekanisme pertama melalui transaksi jual-beli pasar primer business to business (B to B) maupun melalui bursa karbon. Pemerintah juga membuka opsi mekanisme transaksi goverment to government alias G to G. "Yang mana kami harapkan kalau mekanismenya G to G, bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi," kata Paul di Menara Danareksa pada Senin (24/7).
Paul menjelaskan simulasi penerapan kredit karbon untuk pensiun dini batu bara berawal dari proyeksi PLN yang menargetkan penghentian operasi 5 gigawatt (GW) PLTU batu bara pada 2030. Hasil simulasi tersebut menunjukan 5 GW PLTU dapat menghasilkan daya listrik 6.132 Gigawatt-jam (GWh) per tahun.
Dari hasil hitungan tersebut, terdapat penghentian produksi emisi 1.000 ton CO2 per GWh yang dapat dihindari atau avoided emissions dari terminasi PLTU berkapasitas 5 GW.
Penghentian operasi PLTU 5 GW sepuluh tahun lebih awal menunjukan penurunan emisi sekitar 61,3 juta ton CO2. "Avoided Emissions ini kami harapkan bisa dijual sebagai karbon kredit," ujar Paul.